KUBU RAYA, RUAI.TV – Warga Desa Sepuk Laut, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, terus memperjuangkan hak atas lahan mereka yang sejak 2014 dikelola oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit, PT Punggur Alam Lestari (PT PAL).
Kepala Desa Sepuk Laut, Muhammad Aly, menegaskan bahwa alasan perusahaan yang menolak memberikan kompensasi plasma karena masyarakat belum memiliki sertifikat hak milik (SHM) merupakan dalih yang tidak berdasar hukum.
“Penolakan PT PAL dengan alasan SHM itu bentuk pengelabuan tanggung jawab. Mereka sudah panen besar dari kebun itu, tapi kewajiban membangun kebun plasma justru diabaikan. Ini merugikan masyarakat dan bertentangan dengan undang-undang,” tegas Aly, Senin (8/7).
Masyarakat mengacu pada sejumlah dasar hukum yang memperkuat tuntutan mereka:
- Pasal 58 UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, yang mewajibkan perusahaan menjalin kemitraan dengan masyarakat sekitar.
- Pasal 27 PP No. 18 Tahun 2021, yang mewajibkan pemegang HGU memfasilitasi kebun masyarakat minimal 20 persen dari luas HGU.
- Pasal 11 Permentan No. 26 Tahun 2007, tentang kewajiban pembangunan kebun plasma.
- UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, yang menjamin keadilan dalam distribusi lahan.
Sejak awal, masyarakat menyerahkan lahan kepada PT PAL berdasarkan Surat Pernyataan Tanah (SPT) dengan itikad baik agar bisa dikelola menjadi kebun sawit. Namun, selama lebih dari satu dekade, 800 kepala keluarga belum menerima hak plasma maupun kompensasi yang adil.
Rapat musyawarah yang digelar Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sepuk Laut pada Kamis, 3 Juli 2025 lalu, menghadirkan perwakilan PT PAL, Gubran, yang menjabat sebagai Humas perusahaan.
Sayangnya, rapat tersebut tak menghasilkan kepastian apapun. Justru muncul narasi baru dari pihak perusahaan yang berencana membangun plasma seluas 200 hektare, tanpa menyelesaikan kewajiban kompensasi dari lahan yang telah lama mereka manfaatkan.
“Jangan lempar isu baru sementara hak lama belum di penuhi. Ini bukan hanya soal ekonomi, tapi soal martabat masyarakat yang di langgar,” ujar Aly.
Ia juga menyampaikan bahwa perjuangan warga tidak akan berhenti di tingkat desa. Jika tak ada realisasi konkret, masyarakat bersama pemerintah desa siap membawa tuntutan ini ke tingkat kabupaten, provinsi, bahkan pusat.
“Kami hanya menuntut keadilan yang di jamin konstitusi. Tidak lebih. Saya akan berdiri bersama masyarakat sampai hak ini benar-benar di penuhi,” pungkas Aly.
Leave a Reply