PONTIANAK, RUAI.TV – Puluhan aktivis organisasi masyarakat sipil dan mahasiswa menggelar aksi diskusi di depan Pengadilan Tinggi Pontianak, Jumat sore (14/3/2025).
Aksi ini merupakan bagian dari “Konser Kematian Hukum,” sebuah ekspresi keprihatinan terhadap penegakan hukum di Kalimantan Barat, khususnya terkait kasus sumber daya alam (SDA) dan vonis bebas terhadap Yu Hao, warga negara asing (WNA) asal China yang diduga terlibat dalam pertambangan emas ilegal.
Diskusi tersebut di awali dengan pembacaan puisi yang diiringi musik, menciptakan suasana reflektif atas kondisi hukum yang dinilai carut-marut. Vonis bebas terhadap Yu Hao dianggap sebagai gambaran buruk penegakan hukum di sektor lingkungan dan sumber daya alam di Kalimantan Barat.
WALHI Kalbar: “Mengapa Yu Hao Dibebaskan?”
Hendrikus Adam, Direktur WALHI Kalimantan Barat, yang di daulat sebagai pemantik diskusi, menegaskan pentingnya transparansi dalam penanganan kasus ini.
“Jika memang Yu Hao adalah pelaku tambang ilegal dan negara di rugikan Rp1,02 triliun, mengapa justru ia di bebaskan? Dan jika ada pihak yang lebih bertanggung jawab, mengapa mereka tidak tersentuh?” ujar Adam.
Menurutnya, dengan kerugian negara sebesar itu, tidak mungkin Yu Hao beraksi sendirian. Adam juga menekankan pentingnya mengungkap pihak-pihak lain yang terlibat serta melakukan audit lingkungan terhadap perusahaan tambang yang beroperasi di lokasi tersebut.
Ia pun mendukung upaya kasasi yang telah di ajukan oleh Kejaksaan Negeri Ketapang. “Pemerintah dan aparaturnya harus terbuka dalam penegakan hukum kasus sumber daya alam ini,” tegasnya.
AMAN Kalbar: “Tragedi Penegakan Hukum yang Menciderai Keadilan”
Senada dengan Adam, Bobpi Kaliyono dari AMAN Kalbar menyebut vonis bebas terhadap Yu Hao sebagai tragedi hukum yang mencederai rasa keadilan masyarakat Kalimantan Barat.
“Aktivitas tambang ilegal oleh WNA ini tidak hanya merugikan negara secara ekonomi, tetapi juga menunjukkan bahwa aparatur negara kalah dalam melawan kejahatan lingkungan yang di dukung pemodal besar,” kata Bobpi.
Ia menegaskan bahwa kejahatan lingkungan harus dipandang sebagai extraordinary crime (kejahatan luar biasa) yang membutuhkan penanganan serius dan konsisten. Hukuman berat, baik pidana penjara maupun denda, di perlukan untuk memberikan efek jera dan mencegah kejahatan serupa di masa depan.
Meski demikian, Bobpi menilai masih ada harapan agar Yu Hao dapat di mintai pertanggungjawaban pidana, mengingat kasusnya belum inkracht (berkekuatan hukum tetap). Saat ini, Kejaksaan Negeri Ketapang telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas vonis bebas tersebut.
“Publik Kalimantan Barat harus terus memantau proses ini agar putusan kasasi benar-benar berpihak pada kebenaran dan keadilan,” tambahnya.
Aktivis Berkomitmen Mengawal Kasus
Para aktivis yang hadir dalam aksi ini menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kasus Yu Hao dan pertambangan ilegal di Kalimantan Barat. Mereka juga mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut aktor-aktor lain yang terlibat dalam praktik ilegal ini.
Dengan semakin besarnya sorotan publik, harapannya putusan kasasi nanti dapat menjadi momentum perbaikan dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia.
Leave a Reply