Pertemuan Pengurus, Pengawas dan staf KUD Asmoja Silat Hilir, Kapuas Hulu dengan manajemen PT. Riau Agrotama Plantation ( RAP-Salim Grup) 14 agustus 2020 di kantor KUD Asmoja di Desa Miau Merah, Silat Hilir, Kapuas Hulu berbuntut pengusiran terhadap pihak manajemen PT. RAP oleh pengurus, pengawas KUD Asmoja.
Pertemuan kesekiankalinya atas undangan pihak KUD tersebut, sejatinya membahas persiapan konversi plasma petani Silat Hilir per 1 Januari 2021 dengan bahasan materi merelokasi lahan sawit inti milik perusahaan untuk mengganti kekurangan lahan sawit plasma petani.
Namum dalam diskusi tersebut, salah satu anggota manajemen perusahaan mengatakan bahwa bahwa lahan sawit inti bukan kewenangannya. Statemen inilah yang membuat sejumlah pengurus, pengawas KUD Asmoja merasa suatu keanehan, karena perusahaan sebagai pemilik lahan sawit inti namun tiba-tiba mengatakan tidak memiliki kewenangan atas lahan sawit inti tersebut. Itulah yang membuat pengurus, pengawas mengusir peserta rapat dari PT. RAP.
Buntut dari alasan yang dianggap melanggar keputusan bersama tersebut, pihak KUD menunda sementara pengiriman buah sawit kebun plasma milik petani ke pabrik mulai sabtu 15 agustus 2020 sampai waktu yang belum ditentukan.
Konflik pengelolaan perkebunan sawit di Silat Hilir antar petani dengan PT. RAP Salim Grup sudah terjadi sejak 2011. Karena sudah berjalan 11 tahun sejak penyerahan lahan tahun 2000, namun tidak menghasilkan layak bagi petani, maka mediasipun dimulai tahun 2012 namun beberapa kali gagal.
Mediasi berhasil setelah petani dan KUD menutup lahan plasma dan lahan inti selama berbulan bulan tahun 2012 itu.
Mediasi bahkan dihadiri langsung pemilik perusahaan Salim Grup yang diwakili Joni Ponto dan manajemen pusat PT. RAP/Salim Grup. Hadir juga saat mediasi itu, Bupati Kapuas, Sekda, Ketua dan sebagian anggota Komisi B DPRD Kapuas, TP3K dan sejumlah pihak terkait, termasuk pihak Bank Mandiri yang merupakan Bank tempat perusahaan berhutang membangun kebun. Hutang 200 miliar rupiah itulah yang jadi beban petani sampai penuntutan tahun 2012 dan masih tertunggak 171 miliar rupiah per desember 2019.
Namun dalam mediasi tahun 2012 itu akhirnya berhasil disepakati, dan salah satu pointnya kebun plasma akan diserahkan ke petani per 1 januari 2021 tanpa beban hutang lagi.
Kini dari tahun ke tahun, sampailah tahun 2020, dalam persiapan konversi tersebut, maka KUD dan perusahaan melakukan beberapa persiapan, salah satunya memastikan, lahan plasma seluas 5.155 hektar yang akan diserahkan ke pemilik lahan harus dalam kondisi siap panen, namun setelah memverifikasi di lapangan terdapat 318 hektar lahan sawit plasma yang tidak dibangun perusahaan, bahkan masih semak belukar.
Namun pihak perusahaan sudah menyanggupi dengan merelokasi 318 hektar lahan sawit inti untuk mengganti lahan sawit plasma milik petani Silat Hilir.
Namun dari 318 hektare, terdapat 60 hektar yang masih dalam perdebatan, karena lokasi 60 hektare tersebut adalah lahan inti yang terletak di Dusun Jelemuk, Desa Miau Merah, sebagian masyarakat Dusun Jelemuk menolak lahan inti milik perusahaan tersebut direlokasi dan dijadikan lahan plasma petani lain dari Dusun Bersatu Desa Miau Merah. Dan sejauh ini belum ada batas antara kedua dusun.
Namun pihak Dusun Bersatu dengan berbagai bukti sejarah, domisili dan perladangan, mereka klaim sebagai pemilik wilayah administrasi dan hak ulayat di Dusun Jelemuk, sehingga mereka meyakini wajar jika plasma mereka diletak oleh pihak perusahaan di lokasi Dusun Jelemuk.
Konflik antar petani plasma dari dua dusun itulah yang dinilai oleh pengurus dan pengawasan KUD Asmoja dimanfaatkan oleh perorangan di PT. RAP dan menuding menghambat proses relokasi yang sebelumnya sudah disetujui dan ditandatangani bersama.
Leave a Reply