Arsip

Karena Covid-19, Earth Hour di Pontianak Tahun 2020 Tanpa Selebrasi

Advertisement

PONTIANAK – Gerakan Earth Hour di seluruh dunia jatuh pada hari Sabtu, 28 Maret di tahun 2020 ini mengusung tema #RaiseYourVoiceForNature. Tahun ini Earth Hour Pontianak tidak mengadakan Malam Selebrasi (Switch Off Moment) terbuka seperti tahun-tahun sebelumnya demi mencegah penyebaran infeksi dari Covid-19 di kawasan Pontianak dan sekitarnya. Earth Hour Pontianak mendukung keputusan Gubernur Kalimantan Barat untuk membatasi aktivitas di luar ruangan yang mengumpulkan banyak massa, seperti yang tercantum dalam aturan Pemerintah Daerah Nomor 800/0828/Kesra-B perihal Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Terhadap Penyebaran dan Penularan Virus Corona (Covid-19) di Provinsi Kalimantan Barat. Dengan melakukan switch off di rumah, diharapkan seluruh penduduk Kota Pontianak dapat terhindar dari infeksi virus baru ini.

Koordinator Earth Hour Pontianak Muhammad Regi Sofyan Tsauri menjelaskan, “Tidak adanya selebrasi di tahun ini, bukan berarti langkah kita dalam mengingatkan masyarakat akan pentingnya untuk terus melakukan hemat energi berhenti sampai di sini. Harapannya, dengan adanya lockdown saat ini membuat masyarakat sekitar khususnya warga Pontianak akan lebih sadar bahwa saat ini bumi sedang tidak baik-baik saja, bumi membutuhkan rehat sejenak atas apa yang terjadi selama ini. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk terus menjaga bumi agar tetap lestari, mulai dengan melakukan penghematan energi dan menerapkan kebiasaan gaya hidup hijau adalah langkah awal untuk kita dalam mempertahankan bumi agar terus membaik”.

“#RaiseYourVoiceForNature ini memiliki pesan utama untuk mengajak seluruh masyarakat bersama-sama menyuarakan kepeduliannya terhadap lingkungan, karena apapun yang kita lakukan saat ini tentu akan selalu terhubung ke bumi. Dari hal baik atau buruk semuanya akan tetap selalu berdampak ke bumi,” jelas Regi.

Advertisement

Salah satu isu yang digencarkan oleh Earth Hour Pontianak tahun ini adalah Pangan Lokal – melalui kampanye Pangan Bijak Nusantara dan Beli Yang Baik. Seperti dalam hukum ekonomi, permintaan (demand) konsumen adalah aspek penting yang diperhatikan oleh produsen.

Sayangnya, banyak produsen belum menjalankan praktik berkelanjutan untuk menghasilkan produk sehingga memberi dampak buruk untuk lingkungan, contohnya pembukaan lahan secara masif yang mengganggu habitat satwa liar dan juga mengurangi persediaan oksigen yang akhirnya menyebabkan pemanasan global.

Earth Hour Pontianak melalui Kampanye Pangan Bijak Nusantara dan Beli Yang Baik adalah sebuah respon terhadap sistem pangan global yang telah memberi dampak negatif cukup besar pada lingkungan ini. Selain itu komunitas yang telah aktif sejak tahun 2012 ini ingin mempromosikan gaya hidup hijau kepada konsumen sebagai individu yang memiliki kuasa untuk meminta produsen agar menghasilkan produk yang ramah lingkungan. Berbagai komoditas khas Kalimantan Barat yang dapat dikonsumsi seperti beras merah, madu hutan, dan minyak tengkawang yang dihasilkan oleh petani lokal.

Dengan adanya kampanye ini, diharapkan menjadi pengingat bagi masyarakat Kota Pontianak bahwa penganan lokal khas Kalimantan Barat juga tidak kalah nikmat dan agar kearifan lokal dari hasil bumi Kalimantan Barat tidak tergantikan oleh bahan makanan import yang semakin mudah ditemukan saat ini.

Regi juga menyebutkan, semua lapisan masyarakat dapat berpartisipasi dalam kampanye Pangan Bijak Nusantara, terlebih Ibu rumah tangga yang setiap hari berbelanja dan menentukan menu makanan di rumah.

“Makanan yang termasuk dalam kampanye ini adalah semua masakan dan penganan khas Kalbar dari berbagai bahan, misalnya keladi, sukun, tengkuyung, dan lain sebagainya. Dengan memakan makanan yang enak saja kita juga sudah berkontribusi untuk kelestarian bumi”, pungkasnya.

Menurut Regi, hal-hal buruk sudah banyak terasa dampaknya terhadap kehidupan kita seperti cuaca yang semakin panas akibat naiknya suhu bumi. Suhu bumi naik berawal dari perilaku manusia yang boros dalam menggunakan energi. Earth Hour Pontianak berupaya mengajak seluruh masyarakat untuk melakukan satu langkah sederhana dan mudah.Yakni dengan mematikan lampu dan peralatan elektronik yang tidak terpakai selama satu jam di minggu terakhir bulan Maret pada Pukul 20.30 – 21.30 WIB setiap tahunnya.

Regi selanjutnya menjelaskan bahwa ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk memperlambat perubahan iklim selain dengan mengonsumsi makanan dari bahan lokal, di antaranya dengan bijak menggunakan energi listrik, membawa botol air minum sendiri, menggunakan transportasi umum atau membudayakan berboncengan saat bepergian dengan kendaraan bermotor.

“Akan berlipat ganda usaha kita menyayangi bumi jika saat berbelanja kita membawa tas belanja sendiri untuk mengurangi sampah plastik di Kota Pontianak”, tutupnya.

Sokongan multipihak

Pemerintah Kalimantan Barat baik Gubernur dan Walikota, Hulu Kapuas Landscape dan Mueller-Schwaner-Arabella Landscape WWF-Indonesia, PLN Kota Pontianak, PDAM Kota Pontianak dan para pelaku bisnis Hotel Harris, Hotel Aston menyambut baik kampanye Earth Hour 2020. Dengan komunikasi yang telah terjalin, kolaboraksi demi bumi yang lebih terjaga menjadi lebih erat. Selain itu, kolaboraksi ini juga diperkuat dengan dukungan oleh komunitas yang ada di Kota Pontianak, di antaranya adalah Gerakan Senyum Kapuas, OI Pontianak, Aksi Sedekah Pendidikan Pontianak, Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan, Bank Sampah Rosella, Trash Hero Pontianak, Pontinesia, Pesona Pontianak, Pontianak Informasi, Buda’ Blogger Pontianak, Amazing Pontianak, Repost Pontianak, dan lain sebagainya.

Muller Schwaner Arabela Landscape Manager WWF-Indonesia, Anas Nasrullah menyebutkan, memadamkan lampu yang tidak digunakan merupakan salah satu aspek penghambat perubaan iklim dan mendukung kampanye Pangan Lokal yang yang dilakukan oleh Earth Hour Pontianak.

“Komunitas yang menyuarakan perubahan iklim, harus memiliki visi menyeluruh mengenai isu ini. Komunitas harus mulai berpikir lebih luas, termasuk pemanfaatan dan pendayagunaan pangan lokal.”

“Pangan lokal relatif lebih bersih dari footprint carbon yang menyebabkan emisi dibandingkan dengan sumber pangan non lokal. Contoh, pangan lokal diambil dari hutan yang tidak memerlukan lahan yang luas, tidak membuka hutan yang menyebabkan emisi, dan diangkut dengan low carbon equipment bahkan diangkut dengan jalan kaki atau cukup dipikul. Dari sisi input produksi pangan lokal tidak menyebabkan emisi gas methane (CH4) karena diproduksi dengan menggunakan bahan bahan organik, tidak didatangkan dari luar (pasar), bibit tidak direkayasa dengan teknologi yang membutuhkan energi dan sumberdaya yang mahal dan sebagainya. Dari sisi distribusi, pangan lokal ini tidak terlalu melibatkan sistem pasar konvensional, yang digunakan adalah sistem permintaan sesuai dengan konteks sosial dan budaya di tingkat regional, sehingga tidak membutuhkan mobilisasi sumber daya yang masif dan berdampak pada bertambahnya emisi”, jelas Anas.

Selain itu, Anas juga menjelaskan bahwa Pangan Lokal ini akan menguatkan perekonomian produsen di Kalimantan Barat.

“Secara tidak langsung, upaya ini akan memperkuat komunitas produsen bahkan lebih mikro lagi yang memperkuat peran kaum perempuan/ibu-ibu. Peran kelompok perempuan dalam produksi pangan lokal sangat signifikan, mereka umumnya pemilik pengetahuan dan penjaga kearifan tentang pangan lokal. Hampir 80% siklus kehidupan sehari hari ibu ibu ini ada di rantai produksi pangan lokal”, ungkapnya.

Kepala Dinas Pangan, Peternakan, dan Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, Ir. Muhammad Munsif, MM menyambut baik saat Earth Hour Pontianak dan WWF Indonesia bertandang ke kantornya yang beralamat di Jl. Adi Sucipto. Dia menyebutkan jarang sekali ada komunitas anak muda yang menyuarakan pangan lokal.

“Kami siap support kampanye ini, karena berkesinambungan dengan program kami yang juga mempromosikan hasil pertanian lokal. Semoga dengan terjalinnya kerja sama ini, semakin meningkat ketertarikan masyarakat untuk mengonsumsi hasil produksi lokal”, tutupnya. (Rilis/Red).

Advertisement