Arsip

Hentikan Rencana Pendirian PLTN di Kalbar

Advertisement

PONTIANAK – Sejumlah massa yang menamakan diri Aliansi Kalimantan Barat Tolak PLTN menggelar aksi aksi damai menolak rencana pemerintah mendirikan PLTN di Bengkayang dan Melawi Kalimantan Barat, Kamis (10/10/19) pagi.

Dalam aksi ini massa menyampaikan bahwa kebutuhan energi listrik tentu penting dan diperlukan. Selain menjadi ‘penanda’ bergulirnya perkembangan peradaban manusia, ia juga menjadi pendukung keberlangsungan kehidupan. Namun demikian, pemenuhan kebutuhan energi tersebut memerlukan keberanian dalam memastikan penggunaan jenis sumber energi ramah yang selaras aspek keselamatan jangka panjang dan keberlanjutan bagi kehidupan manusia maupun lingkungan hidup.

Karena itu, memilih mengoptimalkan sumber energi listrik yang bersih dan aman untuk masa depan harusnya dapat menjadi terobosan pilihan sadar bersama. Namun demikian, alih-alih ingin mengoptimalkan energi listrik bersih, para promotor

Advertisement

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) bahkan tidak sungkan menebar sesat pikir dan kebohongan (kepada) publik.

Pandangan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) yang menggolongkan energi nuklir sebagai energi terbarukan adalah salah satu kesalahan yang disengaja, penuh kebohongan dan menyesatkan. Karenanya, hal krusial yang mendasar ini sudah seharusnya menjadikan segenap komponen bangsa ‘melek’ dengan tidak gampang terbawa arus ikut-ikutan mendukung rencana pembangunan PLTN yang terus dilakukan BATAN bersama para promotornya selama ini. Laksana operasi senyap seperti yang terjadi di Kalimantan Barat, faktanya rencana pendirian PLTN terus digulirkan.

Rencana pendirian PLTN yang cenderung tersembunyi selama ini mengisyaratkan ada sesuatu yang memang berusaha disembunyikan kepada khalayak ramai. Situasi ini bahkan mengundang tanya; ada apa gerangan dengan BATAN dan para promtor PLTN di negeri ini? Tidak terbukanya upaya yang dilakukan dan tidak utuhnya informasi mengenai rencana pendirian PLTN selama ini di Indonesia dan termasuk di

Kalimantan Barat menguatkan bahwa tekad dan itkad yang dipersepsikan baik terkait pendirian PLTN oleh promotornya hanya isapan jempol belaka.

Penggunaan energi fosil dominan saat ini diyakini banyak pihak telah menjadi bagian penting mengakibatkan meningkatnya emisi pemicu pemanasan global dan pada gilirannya akan habis seiring dengan keterbatasan jumlahnya. Karena itu, pengembangan energi (baru) terbarukan yang bersumber dari alam seperti panas bumi (geothermal), biomasa, air (mikrohydro), tenaga surya, angin, gelombang dan

lainnya merupakan sejumlah jenis sumber energi masa depan yang perlu dan mendesak dikembangkan, termasuk untuk diprioritaskan sebagai sumber energi nasional dari saat ini.

Selama ini harus diakui, energi terbarukan masih belum menjadi fokus serius untuk dikembangkan pemerintah, termasuk di Kalimantan Barat. Padahal, penggunaan energi ini akan lebih baik, ramah dan aman dengan potensi resiko yang kecil bila dibandingkan penggunaan energi fosil maupun penggunaan sumber energi berbahaya melalui PLTN, terlebih bila kemudian terjadi gagal tekhnologi dan kecelakaan vatal baik atas intervensi maupun diluar kendali manusia.

Bencana reaktor nuklir (PLTN) buruk yang berdampak luas bagi kemanusiaan, lingkungan hidup dan infrastruktur di sejumlah negara seperti bencana Fukusihima Daiici di Jepang (2011), Bencana Chernobyl di Ukraina (1986), bencana nuklir di Three Mile Island (1979) dan sejumlah bencana lainnya harusnya dapat menjadi peringatan serius. Bahwa PLTN adalah teknologi yang sangat rentan terhadap kombinasi yang mematikan mulai dari kesalahan manusia (Chernobyl), kegagalan rancang bangun (Three Mile Island), sampai bencana alam yang tak pernah bisa kita prediksi (Fukushima). Bahkan sejumlah negara maju malah telah mengurangi dan mulai berhenti menggunakan PLTN, sementara di Indonesia justeru sebaliknya.

Sementara dampak tragis dari resiko penggunaan energi berbahaya PLTN sebagaimana pembelajaran dari bencana di berbagai tempat seperti disebutkan jangan sampai mendatangkan maut serupa di Kalimantan Barat.

Selain memiliki potensi risiko negatif terhadap kondisi sosial dan dinamika masyarakat, kebohongan publik juga berrisiko menimbulkan presenden buruk terhadap kinerja pemerintah yang faktanya belum mampu mengoptimalkan potensi energi terbarukan yang aman, bersih dan berkelanjutan sebagai sumber listrik. Memaksakan pembangunan PLTN dengan menganggapnya sebagai solusi terhadap situasi listrik

saat ini di Kalimantan Barat pada akhirnya justru dengan sendirinya membuka aib rezim pemerintahan selama ini yang tidak mampu menjadikan sumber energi terbarukan sebagai solusi pemerataan dan pemenuhan energi alternatif.

Pernyataan promotor PLTN pada media mengenai sikap warga yang dikatakan dominan memberi dukungan atas rencana pendirian pembangkit listrik berbahan uranium di Kalimantan Barat akhir-akhir ini mengingatkan kita pada pernyataan serupa pihak Kementrian Energi Sumberdaya Mineral empat tahun lalu (2015) yang secara sepihak menyatakan bahwa tidak ada penolakan warga atas agenda pembangunan PLTN di Kalimantan Barat. Padahal jauh sebelum itu, berkali-kali sikap penolakan atas rencana keberadaan PLTN telah dinyatakan dengan tegas agar pemerintah tidak memaksakan pembangunan PLTN di Bumi Khatulistiwa. Karenanya, pernyataan mengenai ‘tidak adanya penolakan warga’ tersebut hanya klaim sepihak yang gegabah dan tidak mendasar serta mengada-ada.

Apa yang disampaikan Presiden Jokowi yang menegaskan bahwa ‘ancaman nuklir merupakan salah satu dari beberapa tantangan yang sedang dihadapi dunia saat ini’ menyiratkan pesan bahwa energi nuklir disadari berbahaya dan menjadi ancaman sekaligus tantangan bagi terwujudnya perdamaian dunia.

Seperti halnya makanan, sumber energi nuklir berbahan uranium bukan satu-satunya pilihan menu santapan yang harus dinikmati. Tentu tidak sedikit makanan yang lebih prioritas, lebih baik, aman, sehat. Karenanya, PLTN sejatinya bukan pilihan mendesak di tengah alpanya upaya negara dalam mengoptimalkan sumber energi terbarukan yang melimpah di negeri ini.

Alih-alih akan mengoptimalkan potensi energi terbarukan, bahan mentah sumber energi listrik seperti batubara saja misalnya, lebih banyak yang diekspor ketimbang dipakai sendiri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sehingga tidak heran bila industri keruk sumberdaya alam terus terjadi yang diringi dengan potensi risiko sosial dan lingkungannya yang kerap tidak pernah diperhitungkan.

Atas sejumlah uraian di atas, Aliansi Kalimantan Barat Tolak PLTN menyampaikan tuntuan dengan menyerukan;

1. Bahwa (yang diperlukan) energi terbarukan, bukan nuklir/PLTN!!!

2. Agar batan beserta promotor PLTN di Indonesia segera menghentikan sesat pikir

dan kebohongan (kepada) publik.

3. Agar pemerintah pusat di bawah pimpinan presiden Joko Widodo dan pemerintah di

Daerah menghentikan atau tidak memaksakan (rencana) pembangunan pltn di

Kalimantan Barat maupun di Indonesia umumnya.

4. Meminta pemerintah pusat dan pemerintah di daerah (lebih fokus) mengoptimalkan

Energi terbarukan sebagai solusi pemenuhan dan pemerataan energi alternatif

Masa depan.

5. Agar wakil rakyat di parlemen berkomitmen mengawal dan memperjuangkan

Tuntutan kami. (Red).

Advertisement