Arsip

12 Protokol Hasil Deklarasi Seminar dan Ekspedisi Napak Tilas Damai Tumbang Anoi 2019

Advertisement

GUNUNG MAS – Berdasarkan Deklarasi Seminar dan Ekspedisi Napak Tilas Damai Tumbang Anoi 2019, di yang dipusatkan Cagar Budaya Rumah Betang Damang Batu, Desa Tumbang Anoi, Kecamatan Damang Batu, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah, dari 22 hingga 24 Juli 2019, menghasilkan 12 (dua belas) Protokol.

12 Protokol yang disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) Yakobus Kumis kepada ruai.tv, Rabu (24/7) sore sebagai berikut;

Advertisement

1. Menyepakati penyebutan Pulau Kalimantan/Borneo dengan sebutan Pulau Dayak, menetapkan tanggal 24 Juli sebagai hari persatuan Dayak dan 24 Juli dijadikan agenda tahunan serta menerbitkan kalender Dayak Internasional mulai tahun 2020.

2. Menuntut penetapan khusus Hutan dan Lahan seluas 10.000 (sepuluh ribu) hektar Hutan Adat Damang Batu di Desa Tumbang Anoi kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk Pelestarian Kawasan Cagar Budaya Rumah Betang Damang Batu, sebagai pusat kebudayaan masyarakat Adat Suku Dayak se Dunia dan meminta pemerintah Provinsi/Kabupaten mengalokasikan anggaran dalam APBN dan APBD.

3. Mengingat pentingnya hutan bagi masyarakat Dayak, maka menuntut pemerintah untuk memoratorium pemberian ijin perkebunan kelapa sawit di Pulau Kalimantan/Borneo.

4. Menuntut kepada pemerintah Indonesia agar “perubahan status kawasan hutan” (hutan lindung, taman nasional dan hutan produksi) harus mendapat persetujuan tertulis dari Majelis Adat Dayak Nasional (MADN).

5. Menuntut Pemerintah Republik Indonesia (Presiden Joko Widodo) mengakomodir putera/puteri terbaik Suku Dayak untuk duduk di jajaran Kabinet Kerja jilid II dan beberapa staf kepresidenan serta memprioritaskan dari sisi pendidikan kedinasan baik pemerintah pusat maupun daerah.

6. Membentuk organisasi Dayak dan membentuk tim negosiator dalam Organisasi Dayak Dunia terkait dengan upaya untuk memperjuangkan hak Dayak di masing-masing negara menyangkut sosial, ekonomi, politik dan spiritual Dayak.

7. Menyusun panduan pengesahan perkawinan campur di kalangan Suku Dayak dengan etnis lain yang menikah dengan masyarakat Adat Suku Dayak melalui sistem religi masyarakat Adat Suku Dayak, maka secara otomatis menjadi masyarakat Adat Suku Dayak.

8. Menuntut pemerintah untuk membina dan mengembangkan pertanian tradisional berupa komoditi local, seperti karet, rotan dan produk-produk hutan lainnya agar dijadikan kekuatan pembangunan ekonomi Dayak.

9. Peranan Hakim Adat masyarakat Suku Dayak dalam menyelesaikan permasalahan perdata dan pidana, mestilah terlebih dahulu mengutamakan aspek kearifan lokal berbasiskan hukum adat, penggunaan hukum negara dilihat sebagai upaya “ultimum remidium”, upaya hukum terakhir.

10. Mengakui agama Kaharingan sebagai sistem religi asal dalam masyarakat Adat Suku Dayak.

11. Membentuk kepengurusan Yayasan Budaya Damang Batu Kalimantan Tengah, dengan personel pengurus berasal perwakilan Suku Dayak disemua provinsi sebagai mitra strategis Pemerintah Republik Indonesia dalam penataan dan pengelolaan cagar budaya rumah betang damang batu di Desa Tumbang Anoi, dengan masa bhakti selama 5 (lima) tahun, untuk kemudian personil pengurusan disusun kembali, untuk masa kepengurusan 5 (lima) tahun selanjutnya.

12. Kami masyarakat Suku Dayak mendukung secara penuh rencana Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo untuk “Pemindahan Ibukota Pemerintahan RI” ke Pulau Kalimantan/ Borneo.

Demikian Protokol ini dibuat dengan rasa tanggungjawab dengan penuh kesadaran, yang memiliki hukum tetap, final dan mengikat. Dalam Protokol tersebut juga bubuhkan tandatangan perwakilan peserta dari setiap provinsi di Pulau Kalimantan/Borneo. (Red).

Advertisement