Arsip

Hari Tani Nasional Ke-58, Agra Sampaikan 6 Tuntutan

Advertisement

PONTIANAK – Pada Hari Tani Nasional ke-58 ini, Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) menyampaikan rasa bangga atas semangat kaum tani dan seluruh rakyat rakyat Indonesia yang berjuang dengan pantang menyerah melawan perampasan tanah serta menentang Program Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS) palsu pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).

“Kita juga menyampaikan duka yang mendalam terhadap seluruh petani dan rakyat di Lombok dan Sumbawa yang menjadi korban bencana alam yakni gempa bumi yang terjadi mulai penghujung Juli sampai Agustus 2018,” Ucap Agra Kalbar dalam rilisnya

Dalam rilisnya Agra Kalbar juga menyamoaikan bahwa, perjuangan kaum tani untuk reforma agraria sejati semakin hari mendapatkan serangan dari pemerintah. Saat ini, Presiden Jokowi berencana mengeluarkan Perpres Reforma Agraria dan Inpres Percepatan Penyelesaian Konflik di Daerah sebagai Peraturan Pelaksanaan Reforma Agraria yang mendapat sokongan utang sebesar 200 juta USD dan bantuan teknis dari Bank Dunia.

Advertisement

Tentu, utang dari Bank Dunia untuk program Reforma Agraria di Indonesia tidak akan pernah merombak penguasaan monopoli tanah dalam sistem pertanian terbelakang yang merupakan syarat hidup imperialisme.

Foto: Mahasiswa menyampaikan tuntutan.

Reforma Agraria Jokowi tidak akan pernah didukung rakyat karena tidak menjadikan perkebunan besar (sawit, kayu, karet, dll) pemilik jutaan hektar, Taman Nasional, dan pertambangan besar sebagai sasaran program.

Hal itu ditunjukkan dalam Perpres Reforma Agraria yang akan ditandatangani Presiden Jokowi dalam soal sumber Tanah Obyek Reforma Agraria atau TORA. Perpres tersebut hanya menjadikan tanah-tanah sisa, tanah bekas HGU, tanah timbul, tanah kelebihan HGU dan tanah milik rakyat (hasil perjuangan). Perpres tidak bicara soal penghentian pemberian dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) terhadap perusahaan-perusahaan besar yang hakekatnya adalah tuan tanah besar.

Jelas, ketimpangan kepemilikan tanah tanpa mempersoalkan monopoli tanah dan membiarkannya terus berlangsung dan meluas adalah omong kosong. Ketimpangan hanya bisa diatasi jika menghentikan pemberian konsesi HGU berkelanjutan dan terus meluas bagi perkebunan besar monopoli, pertambangan besar, tanah besar bagi proyek konservasi untuk kepentingan bisnis karbon, Investasi Hijau dan Utang Hijau yang dilabeli Proyek Kemakmuran Hijau (Green Prosperity).

Program RA Jokowi dan aturan pelaksanaanya juga memuluskan utang dan investasi milik lembaga keuangan internasional agar dapat mengontrol komoditas, produksi, pasar, dan tenaga kerja demi keuntungan superprofit. Melalui sistem pengelolaan yang berbasiskan cluster, mereka mengontrol semua itu dan menjadikan penerima TORA sebaga tenaga upahan yang dibungkus dengan istilah: kemitraan.

Dengan masalah fundamental pada RA palsu itu maka tidak akan pernah mencapai tujuannya yakni kedaulatan pangan. Pemerintah akan terus mengimpor kebutuhan pokok diantaranya beras (saat ini impor dua jutan ton), garam, daging, dan banyak lagi. Masalah impor saat ini bukanlah soal jumlah ketersedian tetapi karena kontrol produksi, komoditi, dan distribusi oleh korporasi besar yang menyatu dengan kekuatan finans (uang) raksasa milik kapitalis besar monopoli.

RAPS Jokowi juga menjadikan pecah belah diantara rakyat, diantaranya: adu domba terhadap pemukim dan penggarap dengan masyarakat suku bangsa minoritas, buruh kebun dengan petani. RAPS juga menebar teror yakni kriminalisasi dan pemenjaraan terhadap petani, pemukim dan penggarap, dan suku bangsa minoritas.

Berdasarkan pandangan tersebut, dalam peringatan memperingati Hari Tani Nasional 2018, Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA ) menyatakan sikap diantaranya;

1. Menolak seluruh aturan pelaksanaan RA Jokowi, yakni Perpres Reforma Agraria dan Inpres Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria, yang dikontrol oleh imperialis untuk mempercepat perampasan tanah.

2. Hentikan perpanjangan dan cabut HGU bagi perkebunan besar serta izin usaha pertambangan besar milik korporasi; dan distribusikan segera kepada rakyat.

3. Menjamin dan menaikan harga komoditas pertanian hasil produksi kaum tani; Hapuskan Pajak Komoditas bagi petani.

4. Hentikan tindakan teror negara (intimidasi, kekerasan, kriminalisasi) terhadap petani dan rakyat Indonesia.

5. Turunkan harga kebutuhan pokok.

6. Menuntut Pemerintahan Jokowi-JK untuk segera memenuhi hak korban Gempa Lombok dan Sumbawa.

AGRA juga menyerukan agar seluruh petani, nelayan, dan suku bangsa minoritas memperhebat perjuangan tanpa henti melawan seluruh kebijakan dan aturan pelaksanaan Reforma Agraria palsu Jokowi di bawah kontrol imperialis. Selain itu, menyerukan agar rakyat bersatu dan membangun seluas-luasnya organisasi massa demokratis yang berwatak anti imperialisme dan feodalisme untuk semakin memperbesar gerakan massa anti feodalisme di perdesaan.

“Tolak Reforma Agraria Palsu Jokowi!

Jalankan Reforma Agraria Sejati dan Laksanakan Industri Nasional yang Mandiri!

Hidup Persatuan Buruh, Tani, dan Seluruh Rakyat Tertindas Indonesia!.” Tutupnya

Advertisement