Arsip

Walikota Pontianak Temui Konsul Malaysia

Advertisement

Layangkan Surat Perjuangkan Nasib Frans dan Dharry

Walikota Pontianak menemui Konsul Malaysia terkait dua TKI asal Pontianak yang hendak di hukum pancung hingga mati

Walikota Pontianak, Sutarmidji didampingi Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, Syaiful Rahman,  menemui Konsul Malaysia, Khairul Nazran Abdurahman di Kantor Konsulat Malaysia, Senin (29/10) pagi.

Pertemuan ini untuk membahas persoalan dua orang TKI warga Kota Pontianak, Frans Hiu (22) dan Dharry Frully Hiu (20) yang terancam hukuman mati oleh pengadilan Malaysia.  Selain itu, selaku kepala daerah ia juga menyampaikan surat yang intinya supaya kedua TKI itu mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya sesuai dengan kejadian yang sebenarnya. “Surat ini tidak ada salahnya kita sampaikan kepada mereka sebagai bentuk keprihatinan warga Pontianak,” ujar Sutarmidji usai melakukan pertemuan dengan Konsul Malaysia.

Menurutnya, kasus ini proses yang dilalui masih sangat panjang. Alur proses peradilan yang dilalui, masih ada lagi proses melalui Mahkamah Rayuan untuk tingkat banding. Setelah putusan Mahkamah Rayuan, masih ada tingkat Mahkamah Persekutuan atau di Indonesia disebut juga sebagai kasasi. ‘Nah, putusan Mahkamah Persekutuan nanti, masih ada lagi pemberian grasi atau pengampunan dari sultan atau raja. Karena kasusnya di negeri Selangor maka kalau minta pengampunan pun setelah putusan Mahkamah Persekutuan itu kepada Raja Selangor,” paparnya.
Dikatakan Sutarmidji, sebagaimana dijelaskan Konsul Malaysia, melihat kasus ini prosesnya masih sangat panjang. “Menurut Konsul, paling cepat itu 19 bulan. Bahkan ada kasus yang baru diputus oleh Mahkamah Persekutuan hingga tujuh tahun lamanya,” ungkapnya.
Sutarmidji optimis,dengan melihat struktur kasus tersebut diyakininya kedua TKI itu bisa lepas dari hukuman gantung. Semuanya tergantung bagaimana upaya pemerintah pusat dan Kementerian Luar Negeri RI menyiapkan pengacara yang handal untuk mengungkap dan membuktikan kejadian yang sebenarnya. “Karena hubungan baik antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Malaysia, saya yakin ada titik cerah untuk yang bersangkutan terbebas dari hukuman gantung,” ucapnya.
Ia berharap, ke depannya jangan sampai terjadi lagi kasus seperti ini karena menurutnya kasus yang menimpa dua TKI tersebut merupakan kasus yang cukup lama, tahun 2010 lalu, dan harusnya sudah ditangani sejak awal terjadinya kasus itu. “Ketika awal kasus itu terjadi, harusnya sudah ada pendampingan,” terangnya.
Kendati kedua TKI tersebut diputus bebas oleh tingkat Mahkamah Rendah namun di tingkat Mahkamah Rayuan, mereka didakwa dengan pasal 302 yakni ancaman hukuman gantung hingga mati tanpa jaminan. “Lain halnya kalau mereka didakwa dengan pasal 304, ancamannya sama namun jika dengan jaminan mereka masih mungkin lepas dari ancaman itu,” jelas Sutarmidji.
Kasus yang mendapat sorotan ini, diharapkannya bisa dipahami oleh semua pihak karena peradilan di Malaysia juga mesti dihormati. “Biarkan kasus ini tetap melalui prosedur hukum karena prosedur hukum itu tidak bisa diputus. Kalau pun ada surat dari Presiden, tetap juga setelah putusan dari Mahkamah Persekutuan,” imbuhnya.
Sutarmidji berpesan kepada masyarakat Pontianak khususnya, supaya jangan memperkeruh kasus ini dengan melakukan tindakan-tindakan di luar batas semisal sweeping. “Justru itu akan membuat upaya kita untuk membebaskan yang bersangkutan lebih sulit. Percayakan pada Pemerintah Indonesia, semuanya pasti akan ditangani. Tidak ada negara yang akan membiarkan rakyatnya mendapatkan hukuman mati atau perlakuan apapun di luar negaranya,” katanya.
Pemerintah Kota Pontianak juga akan memfasilitasi apabila pihak keluarga atau orang tua yang bersangkutan ingin menjenguk anak-anaknya di Malaysia. “Tapi untuk bisa menjenguk ke sana pun harus lewat Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) dan nanti akan didampingi pihak KBRI,” tukasnya.
Dua TKI asal Pontianak, Frans Hiu dan Dharry Hiu divonis hukuman gantung sampai mati oleh Mahkamah Tinggi Shah Alam, Selangor atas dakwaan membunuh Kharti Raja, warga Negara Malaysia pada 3 Desember 2010.

Advertisement

Sumber : pontianakkota.go.id

 

Advertisement